![](https://mpaq.or.id/wp-content/uploads/2024/02/Happy-Syariah.png)
Happy Syari’ah
Oleh: M. Akhyar, ME
Setiap orang berkeinginan untuk mencapai kebahagiaan, karena dorongan inilah berbagai carapun dilakukan untuk menggapainya. Ada banyak cara manusia dalam meraih suatu kebahagiaan, diantaranya sebagian orang ada yang suka memperindah rumah tinggal karena ia yakin bahwa rumahlah sebagai tempat melepas kepenatan dalam hiruk pikuk kerasnya dunia serta sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Sementara sebagian yang lain ada yang dengan cara berwisata ke berbagai destinasi karena ia yakin dengan cara inilah bisa mengurangi kerasnya beban hidup yang kian meningkat. Sedangkan sebagian yang lain ada yang suka shoping menghabiskan uangnya demi sebuah gengsi yang itu semua endingnya adalah memburu kebahagiaan.
Memperindah rumah, berwisata bahkan shoping adalah sah-sah saja, akan tetapi ketahuilah bahwa hal tersebut bersifat nisbi dan hanya sementara saja. Kalau hal tersebut dijadikan alasan sebagai tujuan akhir untuk meraih kebahagiaan maka hal ini adalah kefatalan orientasi hidup yang akan membawa pada kesengsaraan hidup. Tidak sedikit seseorang yang akhirnya menyadari bahwa sejatinya kebahagiaan hakiki adalah apabila manusia mampu melakukan amaliyah yang dorongannya berdimensi akherat.
Sesungguhnya dalam islam ada beberapa cara untuk meraih kebahagiaan (Hayatan Thoyyibah) dalam surat An- Nahl ayat 97 dijelaskan bahwa dengan beramal sholeh lah seseorang akan mendapatkan kebahagiaan (Hayatan Thoyyibah).
مَنۡ عَمِلَ صَالِحًـا مِّنۡ ذَكَرٍ اَوۡ اُنۡثٰى وَهُوَ مُؤۡمِنٌ فَلَـنُحۡيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةً ۚ وَلَـنَجۡزِيَـنَّهُمۡ اَجۡرَهُمۡ بِاَحۡسَنِ مَا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. An Nahl;97)
Namun, dalam beramal sholeh ada beberapa criteria yang harus dipenuhi. Pertama, Muwafaqotun Lima Ja’a bihi Nabiy bahwa amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rosulullah shallallhu alaihi wa sallam. Artinya amalan tersebut ada dalil yang jelas dan shohih, bukan amalan-amalan yang masih diragukan dasar/ dalilnya. Beramal yang tidak ada tuntunan dari rasulullah shallahu alaihi wasallam adalah termasuk perbuatan yang melanggar syariah, tertolak dan tidak akan diterima. Kedua, An takuna kholishan lillahi ta’ala, hendaklah amalan tersebut murni karena mencari ridho dari Allah subhanahu wata’ala tidak tercampur dengan perbuatan syirik dan riya. Ketiga, An takuna mabniyyan ala asyasyil aqidatis shohihati, hendaklah amal tersebut dibangun dengan dasar aqidah shohihah.
Ber BMT adalah Amal Sholeh
Bagaimana tidak, Rosulullah dengan tegas menyatakan perang dengan riba. Riba hukumnya haram, sebagaimana telah dijelaskan dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam.
Allah berfirman, artinya: “Orang- orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb mereka lalu berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah:275).
Dampak riba begitu komplek dari berbagai sisi, sistim ekonomi riba menjerat nasib rakyat. Karena pada akhirnya kekayaan dan keuangan akan menumpuk dan dikuasai oleh beberapa gelintir orang saja, sehingga perekonomian rakyat terguncang dan tidak berdaya. Sebagian besar orang hanya bekerja siang-malam dan memeras keringat, membanting tulang hanya sekedar bisa menutup dan mengembalikan pinjaman riba. Sementara itu, sekelompok kecil hanya ongkang-ongkang kaki mampu meraup kekayaan yang melimpah ruah dan mereka menari-nari, bersenang-senang di atas kepedihan dan penderitaan orang lain. Mereka tega dan semena-mena tanpa rasa kasihan, serta tidak mengenal aturan dan perikemanusian memeras kekayaan orang lain.
Lembaga riba atau orang-orang yang melakukan transaksi riba, telah berbuat kezhaliman berulang kali. Sejak awal hingga akhir transaksi, mereka meminta tambahan atau bunga. Dan ketika peminjam tidak mampu mengembalikan, mereka menambah kelipatan bunga sebagai jaminan tenggang waktu yang diberikan kepadanya. Maka bunga pinjaman akan menjadi berlipat ganda dalam waktu sekejap, sehingga bisa menjadikan seluruh harta kekayaan peminjam habis tersita untuk menutup kelipatan dari bunga pinjaman. Kemudian para peminjam ditinggalkan, bagaikan tulang yang tidak berdaging dan laksana badan tidak bernyawa lagi. Maka bila kondisinya seperti itu, Allah telah mengancam dalam firmanNya, artinya: Dan janganlah sekali- kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Alah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS Ibrahim:42).
Dan Nabi bersabda, Jagalah dirimu dari kezhaliman, karena perbuatan zhalim adalah kegelapan pada hari kiamat. (HR Muslim).
Secara makro, pengembangan keuangan dan ekonomi melalui sistim riba juga merupakan penjajahan ekonomi secara sistimatis dan terselubung. Banyak negara-negara maju pasca perang dunia memberi pinjaman kepada negara-negara berkembang, baik kepada negara Islam atau negara sekuler. Sehingga dalam waktu sekejap, kekayaan negara-negara tersebut terkuras habis oleh negara-negara pemilik dana besar, baik melalui pinjaman lunak atau yang lainnya. Ketika negara-negara debitur yang lemah hendak mencoba mempertahankan harga diri dan eksistensinya, maka negara-negara pemilik modal alias petualang riba, langsung dengan mudah ikut campur- tangan urusan dalam negeri, dengan alasan pemulihan krisis ekonomi, pemantauan dana pinjaman, pengawasan moneter dan penyehatan perbankan. Dengan mudah mereka mengatur berbagai bentuk kebijakan ekonomi dan politik negara tersebut. Maka, tanpa terasa negara-negera miskin tersebut hidup terjajah dan tidak berdaya di bawah tekanan negara-negara pemilik modal. Bahkan negara-negara pemilik modal dengan seenak perutnya melakukan berbagai bentuk intervensi ekonomi dan politik dalam negeri.
Maka menjauhi Riba dan kembali kepada hukum syariat dengan bergabung kepada lembaga keuangan syariah adalah merupakan bentuk amal sholeh yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
BMT memudahkan jalan berekonomi syariah
Karena pengaruh nafsu, kecenderungan manusia melihat suatu larangan justru sebagai suatu tantangan untuk dilanggar walaupun begitu dahsyatnya ancaman Allah. Makin ditakut-takuti, makin besar tantangan untuk melanggarnya. Sebaliknya, manusia akan dengan mudah melakukan pilihan yang lebih baik bila ia dimudahkan untuk melakukan kebaikan itu. Suatu contoh menempatkan buah-buahan di tempat yang mudah dilihat dan dijangkau merupakan sentuhan kecil yang efektif untuk makan sehat. Bukan sekedar melarang makanan yang tidak sehat Maka dalam bahasa sederhananya jika kita ingin seseorang melakukan sesuatu maka mudahkanlah ia untuk melakukannya, make it easy.
Maka dalam urusan Riba, ketika kita berdakwah untuk menjauhinya maka harus ada lembaga alternative yang bisa dijadikan tempat untuk berhijrah. Jangan sampai ada ketika orang sudah keluar dari cengraman riba tapi justru kesulitan mencari lembaga syariah sebagai lawan dari lembaga riba.
Adanya Bank syariah dan lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT yang sudah banyak tersebar di seluruh pelosok negeri adalah sebuah ikhtiyar untuk memudahkan jalan bagi masyarakat yang terjebak dalam cengkeraman riba untuk hijrah.
BMT Ya Ummi Mas misalnya diusianya yang sudah memasuki 24 tahun, bertekad memberikan kemudahan masyarakat dalam bertransaksi sesuai landasan syariah. Adanya kantor-kantor yang tersebar diseluruh Kabupaten Pati dan di berbagai kota di Jawa Tengah dan DIY membuktikan agar semakin mendekatkan pelayanan dengan masyarakat.
Program-program yang menarik baik dari simpanan maupun pembiayaan dengan tetap berpegang pada hukum syariah di kemas dengan apik agar masyarakat tertarik dengan lembaga keuangan syariah. Pelayanan yang baik yang tidak kalah dengan lembaga keuangan riba selalu diberikan untuk membuktikan cemerlangnya nilai-nilai syariah Islam.
Yassiruu wala tu’assyiruu, mudahkanlah urusan ummat jangan dipersulit inilah falsafah yang harus selalu dipegang pada tiap-tiap lembaga keuangan syariah. Agar masyarakat mendapatkan jalan lapang dalam berinteraksi dan bertransaksi dengan sendi syariah. Semangat memudahkan dan menggembirakan orang berbuat kebaikan (syariah) sangat terasa dengan banyaknya hadits fadhail amal. Maka dalam bahasa sederhana mudahkanlah orang untuk melakukan kebaikan maka ia akan melakukannya, kecuali orang itu memiliki alasan yang sangat kuat untuk tidak melakukannya. Pendekatan nudge (sentuhan kecil) dengan memudahkan dan menggembirakan orang untuk memilih syariah, memilih ekonomi keuangan syariah merupakan suatu keniscayaan yang efektif dalam membumikan ekonomi syariah.
Bagaimana dengan beberapa kalangan yang mengecam bahwa praktek Bank syariah atau BMT selama ini belum sesuai dengan kaidah syariah?. Mungkin statement ini terlalu dini untuk disampaikan ditengah-tengah terseoknya pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia ini. Bukankah regulasi pemerintah mewajibkan adanya Dewan pengawas Syariah bagi tiap-tiap lembaga keuangan syariah dimana Fatwa Dewan Syariah Nasional dijadikan sebagai pegangan. Marilah kita mudahkan dan kita gembirakan masyarakat agar mau bergabung di c lembaga keuangan syariah, jangan kita persulit.
Allahu A’lam bish Showab.
Majalah Sinaran Edisi 52