
Catatan Ibnu Qudamah tentang Pernikahan
Oleh: H. Sigit Sulistyo, Lc. ME
Ibnu Qudamah al-Makdisi menyatakan dalam kitab Muhtasor Minhajul Qosidin:
A. SISI NEGATIF DALAM PERNIKAHAN
- Disamping manfaat yang besar yang bisa kita dapat dalam pernikahan, namun pernikaahan juga menggandung sisi-sisi negative, diantaranya: Dan ini yang paling kuat yaitu ketidakmampuan mencari harta yang halal. Ini tidaklah ringan, terkadang suami sebagai kepala rumah tangga terjebak di dalam harta yang haram dan pekerjaan yang haram dalam usaha memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Kegagalan menunaikan hak-hak istri dan tidak sabar dalam menghadapi keburukan akhlak dan gangguan mereka (istri). Hal ini sangatlah berbahaya dikarenakan seorang suami adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas mereka.
- Keluarga dan anak-anak menyibukkannya dari mengingat Allah SWT, siang dan malam hanya bermain-main dengan mereka, hati banyak terlalaikan sehingga tidak berfikir tentang akhirat dan bagaimana mengupayakan diri menjadi orang yang sukses kelak di akhirat.
Demikian hal-hal yang negative dan faedah-faedah dalam pernikahan. Sehingga hukum terhadap satu orang apakah baginya lebih utama menikah atau membujang, itu kembali kepada pertimbangan semula sisi-sisi negative dan positif diatas. Sedang orang yang berjalan menuju akhirat, hendaknya menimbang diri di depan terhadap perkara-perkara di atas, bila sisi-sisi negative bisa ditepis dan faedah-faedahnya bisa diwujudkan, dimana dia mampu mencari harta yang halal, tetap mampu berahlakul karimah dan ia sangat membutuhkan pendamping hidup untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, maka tidak diragukan menikah baginya adalah lebih utama. Sebaliknya jika faedah-faedah pernikahhan tidak bisa terwujud yang ada adalah sisi-sisi negative saja maka tidak menikah lebih utama baginya. Tentu hal ini bagi yang tidak membutuhkan menikah, adapun yang bagi yang membutuhkan maka ia haruslah menikah.
B. SIFAT-SIFAT WANITA YANG MENJADIKAN HIDUP MENJADI BAIK/ LEBIH BAIK.
- BERAGAMA, ini adalah dasar pokok sebagaimana yang disabdakan oleh Rosul SAW, “hendaknya kamu memilih wanita yang beragama” (HR. Muslim). Bila istri tidak taat beragama maka dia akan merusak agama suaminya dan membuatnya malu. Bila dia pencemburu maka suami cukuplah teruji dengan hal tersebut (sifat pencemburu istri menjadi ujian berat bagi suami) dan kehidupannya menjadi keruh selamanya.
- BERAKHLAK MULIA, karena madhorot wanita yang akhlaknya buruk lebih besar dari pada manfaatnya.
- MEMILIKI FISIK YANG BAGUS, ini juga yang dicari karena dengannya seorang suami bisa menjaga diri, dan karena itu pula laki-laki yang hendak melamar seorang wanita dianjurkan untuk melihat wanita yang akan dipinangnya. Sekalipun ada orang yang memilih wanita tidak dari kecantikannya, namun hal tersebut sangatlah jarang.
- MAHARNYA YANG RINGAN, Said bin Musayyib menikahkan anak perempuannya dengan mahar dua dirham. Sahabat Umar berkata,” Janganlah bermahal-mahal dalam urusan mahar wanita.” Sebagaimana wanita dimakruhkan meminta mahar mahal, laki-laki juga tidak patut bertanya tentang harta calon istri. Ats-Tsauri berkata, ” bila ada seorang laki-laki menikah dan sebelumnya ia bertanya, “wanita itu punya harta apa? Maka ketahuilah bahwa dia itu adalah pencuri.”
- PERAWAN, karena Rosullullah SAW menganjurkan hal itu, sebab cinta dan sayangnya kepada suami lebih besar dari pada seorang janda. Demikian juga seorang gadis senantiasa mengundang rasa cinta, sebab tabiat manusia biasanya terikat dengan cinta pertama, hal ini lebih membuka cinta suami kepadanya, dan karena tabiat cenderung menghindari sesuatu yang sudah tersentuh oleh orang lain.
- BANYAK MEMILIKI ANAK, karena Nabi SAW sangatlah bangga dengan banyaknya umat pengikutnya pada hari kiamat.
- NASAB, yakni berasal dari keluarga yang taat beragama dan shalih.
- DARI WANITA YANG BUKAN KERABAT, Dan sebagaimana laki-laki yang malab hendak menikah patut melihat kepada calon istrinya, demikian juga wali wanita patut memperhatikan agama, akhlak, dan kondisi calon menantunya, sebab seorang wanita mirip sahaya dengan menikah, bila wali menikahkannya dengan laki-laki fasik atau ahli bid’ah, maka dia telah melakukan kejahatan atas anak wanitanya dan dirinya sendiri.
Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Basri,” Kepada siapa saya menikahkan anak perempuanku? Beliau menjawab, kepada orang yang bertakwa kepada Allah, bila dia mencintainya maka dia akan memuliakannya dan bila tidak meyukainya pun dia tidak akan medzaliminya.
Sumber: Majalah Sinaran Edisi 50