
Merancang Generasi Ibrahim
Oleh: Muhsin Suny M.
Setiap tiba musim haji seperti saat ini kita akan kembali terkenang dengan kisah hebat bapaknya para nabi, yaitu Nabiyullah Ibrahim a.s. Perjuangan dan kekuatan iman beliau patut kita jadikan contoh dan teladan. Perintah apapun yang datang dari Allâh tidak pernah sejengkal pun beliau tinggalkan. Bahkan meski secara hitungan akal manusia hal itu menyengsarakan beliau dan keluarga beliau sendiri.
Apakah masuk akal manusia jika beliau diperintah untuk meninggalkan anak serta istri beliau di padang pasir yang teramat panas? Jangankan tumbuhan atau hewan, bahkan Jin pun barangkali tidak mau tinggal di sana. Ditinggal sendiri apalagi ditambah beban membawa seorang bayi kecil yang sama sekali tidak bisa dimintai pertolongan. Alhasil, hanya kepada Allâh saja memohon. Kalau tidak kepada Allâh lalu kepada siapa? Perintah yang teramat sangat berat, yang tidak mungkin bisa dijalankan oleh manusia-manusia yang tipis imannya. Manusia yang dalam dadanya masih bercampur nafsu duniawi tentu tidak akan sanggup menerima perintah semacam ini. Tetapi tidak untuk seorang Ibrahim a.s. Beliau dengan tegar deenerima perintah ini dan menjalankan penuh keyakinan dan totalitas.
Beliau teramat sangat yakin kepada perintah Allah yang tidak akan mungkin merugikan hamba-Nya. Dan demikianlah kenyataan yang terjadi. Ibrahim tidak salah dalam menilai Rabb- nya. Perintah lain yang tidak kalah menguras air mata adalah ketika beliau diperintahkan untuk menyembelih putra tercinta, Ismail a.s. Perintah yang juga tidak masuk akal manusia bukan? Tapi Subhanallah. Lagi-lagi kita dibuat berdecak kagum dengan keteguhan iman beliau yang sama sekali tidak goyah dalam menjalankan perintah Allâh ini. Mungkin jika perintah serupa turun kepada kita, pasti kita akan mengajukan banyak alasan untuk menolak perintah itu. Tapi tidak demikian dengan bapak para nabi ini. Beliau dengan tegar melaksanakan perintah Allâh ini.
Jangankan diperintah untuk mengasingkan anak istri, diperintah untuk sholat 5 waktu saja kita malas- malasan. Jangan tanyakan berjama’ah di masjid atau tidak. Padahal kalau Bos yang memanggil, kita akan seribu langkah mendatangi, tetapi jika Allâh yang memanggil? Ada banyak alasan akan kita kemukakan: sedang rapat, sedang repot, sedang ini, sedang itu. Dan tiba-tiba malaikat Izrail datang menjemput, sedang kita belum sempat bersujud Naudzubillah.
Jangankan diperintah menyembelih putra kita tercinta, menyisihkan sebagian kecil harta kita saja susah kita lakukan. Terbersit rasa eman dan takut kehilangan dalam dada kita. Padahal jangankan harta, bahkan diri kita pun adalah milik-Nya. Lalu mengapa ketika Allah meminta kita untuk menyisihkan sedikit harta kita untuk kejayaan Islam kita ogah? Bukankah tindakan itu akan membersihkan harta kita? Jika pengorbanan yang sedemikian kecil ini saja kita tidak mampu melaksanakan, mana mungkin kita mampu meniru kehebatan iman Nabi Ibrahim?
Ketika datang suatu perintah dari Allah kita selalu kemukakan berbagai alasan untuk ngeles alias berpaling. Padahal perintah itu akan kembali ke kita berupa balasan pahala yang tidak ternilai banyaknya. Sama sekali tidak sebanding dengan perintah yang sudah kita laksanakan. Allah teramat sangat murah dalam memberikan balasan atas suatu ketaatan yang kita lakukan. Namun anehnya hanya sebagian sedikit manusia yang mau menjalankan ketaatan itu. Manusia tertipu dengan kesenangan sementara di dunia yang nilainya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kesenangan abadi di akhirat kelak. Mereka lebih suka bersenang-senang sebentar lalu susah payah tak berkesudahan dari pada bersusah-susah sebentar lalu mendapatkan balasan kesenangan yang tak berkesudahan.
KUNCI SUKSES
Kunci sukses agar generasi Ibrahim itu terwujud adalah dengan cara menanamkan iman sejak dini kepada anak-anak kita. Dari mulai anak kita lahir harus sudah kita kenalkan kepada Rabb- Nya. Siapa sebenarnya dirinya; untuk apa diciptakan; dan untuk apa hidup di dunia. Darimana ia berasal dan kemanakah ia akan kembali. Semua harus kita jelaskan kepada anak-anak kita sejak dini.
Jika kita sadar akan tugas penting ini maka kita tidak akan sembarangan memilihkan sekolah buat anak-anak kita. Jangan memilih sekolah yang hanya mementingkan prestasi duniawi. Juara sains, juara ini, juara itu, tetapi nol dalam pemahaman agama. Jangan memilih sekolah yang cas-cis-cus berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi gagap ketika ditanya tentang bahasa arab. Jangan memilih sekolah yang tidak memiliki mata pelajaran al-Qur’an.
Kita boleh saja memilih sekolah yang orientasi hanya kepada duniawi, asalkan kebutuhan ruhaninya kita penuhi sendiri di rumah. Boleh memilih sekolah yang tidak ada pelajaran agamanya, asalkan di rumah ia mendapatkan pelajaran agama yang sempurna. Akan tetapi lebih hebat lagi jika kita menyekolahkan mereka di sekolah islami, namun di rumah kita juga mendidik mereka dengan pengetahuan isl islam.
Banyak orangtua yang tergiur dengan prestasi-prestasi duniawi anak- anak lain. Padahal hal itu tidak dibutuhkan di masa depan yang abadi kelak. Bahkan di alam kubur saja tidak ditanyakan: apakah anak kita juara sains, juara ini, juara itu. Semua itu sudah selesai di dunia. Adapun pelajaran agama akan terus berguna sampai di akhirat kelak.
Maka berusahalah agar adal diantara anak kita yang hafal al-Qur’an. Tidak perlu semuanya, meskipun kalau bisa semua adalah lebih baik. Minimal ada satu anak yang hafal al-Qur’an. Supaya mereka bahagia di akherat. Kita juga akan bahagia di akherat. Kebahagiaan yang abadi. Karena terkenal di akherat itu lebih baik dan lebih terhormat daripada terkenal di dunia tetapi hina dina di akherat kelak.
Jika kebutuhan dasar itu sudah terpenuhi (aqidah, ibadah dan akhlaq). Maka bolehlah kita tambah dengan prestasi duniawi. Namun, jangan lupa tujuannya tetap satu: menegakkan kalimah Allâh di bumi. Jangan sampai anak kita kuliah tinggi, keluar negeri, bergelar doktor, tetapi menulis disertasi yang mencaci maki al-Qur’an. Berpendidikan tinggi tetapi semakin jauh dari agama. Naudzubillah.
Marilah mencetak generasi Ibrahim yang memiliki pijakan jelas dan kokoh yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Generasi yang kuat imannya dan tidak terpengaruh dengan godaan harta dunia sehingga terlalai dari kewajiban dakwah. Semoga kita diberi kekuatan untuk memperbaiki diri kita, keluarga kita dan orang-orang terdekat kita untuk selalu menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-larangan-Nya. Aamiin…
Sumber: Majalah Sinaran Edisi 47