
Kemerdekaan Ekonomi yang Terkoyak
Oleh: M. Akhyar, ME
Euphoria perayaan kemerdekaan Republik Indonesia begitu membahana. Dari pelosok desa hingga penjuru kota, berbagai perayaan dirgahayu kemerdekaan menjadi agenda yang tak terlewatkan, mulai dari penataan gapura, menghias jalan dengan aneka acecoris merah putih, lomba anak- anak, jalan santai, karnaval dan sebagai puncak acara adalah Upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai bangsa tentu kita merasa bersyukur karena telah 72 tahun merdeka. Para Founding Fathers dengan darah, derita dan air mata merebut NKRI dari rezim penindasan colonial. Mereka berjuang dengan satu tekad agar Indonesia tercinta menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam arti yang seluas-luasnya, yakni merdeka dalam berpolitik dan berekonomi.
Sejenak kita menelusuri riwayat pergerakan kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa muslim terbesar di dunia. Pergerakan Pergeraka rakyat Indonesia untuk kemerdekaan setidaknya didorong oleh dua unsure kekuatan yaitu pertama, kekuatan nasionalisme dan patriotisme. Kedua, kekuatan dan semangat ajaran Islam.
Peran ulama dan pejuang Islam yang idealis dalam perjuangan fisik mengusir penjajahan di seluruh penjuru tanah air maupun perjuangan melalui organisasi politik dan keagamaan. merupakan bagian terpenting dalam sejarah bangsa. “Jika tidak ada agama Islam di Indonesia ini, niscaya akan lenyaplah kebangsaan Indonesia dari kepulauan ini” ucapan Dr. Setya Budi dalam bukunya Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia (2011). Rosihan Anwar seorang wartawan senior menyimpulkan “Pelopor gerakan nasionalisme yang menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda adalah islam.”
Sayangnya, peran ulama yang merepresentasikan umat Islam saat ini sedang terkoyak, dan hampir terjungkal oleh badai yang kuat. Ada kekuatan besar yang berupaya mencampakkan Islam dan meniadakan peran pentingnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Mereka menghembuskan opini seolah Islamlah yang merongrong dan mengancam bagi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal para pejuang Islamlah yang berdarah-darah merebut kedaulatan Negara Indonesia tercinta ini dari rezim colonial. Memperhatikan rentetan peristiwa sekarang ini, maka jelaslah tentang siapa yang mengkhianati siapa.
Maka Proklamasi 17 Agustus 1945 yang pada hakekatnya merupakan momen yang menandai kemerdekaan bangsa Indonesia dari episode keangkuhan dan penindasan rezim colonial, Spiritnya harus dilestarikan untuk menjaga kebebasan rakyat Indonesia dari keangkuhan dan penindasan rezim lain dalam bentuk yang berbeda.
Kemerdekaan Ekonomi
72 tahun kemerdekaan adalah waktu yang cukup untuk meraih kesuksesan ekonomi sebuah Negara. Malaysia, Negara Islam modern dan dinamis, yang usia kemerdekaanya lebih muda 12 tahun dari Indonesia telah mencanangkan menjadi Negara maju pada tahun 2020. Rasulullah SAW beserta sahabatnya dalam waktu singkat sukses merubah perekonomian kota Madinah menjadi perekonomian yang penuh keadilan dan sejahtera. Maka bagaimana wajah 72 tahun kemerdekaan ekonomi Indonesia?
Mari kita lihat, Penguasaan asing dari berbagai sector sungguh tidak masuk akal, sector pertambangan mencapai 75%, sector perbankan 47,02%, Industri telekomunikasi 24-95%. Fakta lain yang sungguh ironis adalah, ada sebuah perusaaan asal Singapura menguasai 85 ribu hektar perkebunan sawit di Indonesia, sementara luas Negara Singapura sendiri kurang dari 70 ribu hektar (Kompas). Kebutuhan pokok pangan seperti beras, kedelai, gula, daging sapi, garam masih pula diperoleh dengan cara mengimpor.
Biaya, waktu dan energy untuk merintis mengurangi ketergantunag pada asing, serta resistensi dari sebagian kecil pihak yang diuntungkan dari kegiatan Impor/kepemilikan asing, tentulah tidak seberapa besar dibanding dengan manfaat dan keberkahan yang diperoleh dalam jangka panjang jika pemenuhan kebutuhan tersebut bisa diproduksi sendiri. Produk-produk/ kepemilikan local selain akan memberi efek penciptaan lapangan kerja, juga memberikan manfaat lain bagi kedaulatan dan martabat bangsa. Adapun adanya kenyataan lebih murah, lebih praktis dan lebih mudah pada produk impor/ kepemilikan asing janganlah mengecoh Indonesia untuk terus bertahan menjadi sasaran empuk produk/kepemilikan asing, sebab hal itu tidak akan berhasil memenuhi substansi kebutuhan sebuah Negara berdaulat.
Negara akan mudah terjebak dalam berbagal musibah ekonomi jika produk/ kepemilikan asing telah mendominasi. Diantara musibah ekonomi adalah melemahnya basis-basis produksi dan produktifitas sector ril sehingga pembangunan ekonomi memilki kualitas yang rendah karena mengandalkan sector konsumsi yang sebagian besar merupakan produk asing.
Sistem ekonomi neoliberal yang mengedepankan perdagangan bebas, spekulasi valas, pasar dan komoditas serta privatisasi layanan masyarakat memberikan kontribusi besar kepada wajah perekonomian Indonesia dan dunia hingga menjadi seperti saat ini.
Prinsip Pengaturan Ekonomi dalam Islam
Bahwa indicator kesuksesan perekonomian sebuah Negara tidak hanya ditentukan oleh pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan fisik saja, namun ditentukan oleh ada/tidaknya keadilan dalam kesejahteraan masyarakat, dan keadaan keimanan penduduknya yang tercermin pada keadaan moral, etika dan performa sector social atau ketaatan penduduk dalam membayar ZIS.
Kebijakan dasar perekonomian Negara adalah melalui mekanisme zakat dan pelarangan riba. Dalam perspektif Islam, jika semua kegiatan usaha dipaksa mengikuti laju suku bunga maka akan terjadi eksploitasi peserta ekonomi yang lemah oleh peserta yang lebih kuat yang akan menyuburkan spekulasi, inflasi dan menumpuknya harta pada sekelompok orang. Karena itulah system ekonomi Negara harus selalu mengintegrasikan sector moneter dengan sector riil sebagai konsekwensi dilarangnya riba, gharar dan spekulasi.
Kebijakan pemerintah secara umum dalam perekonomian Islam adalah mengoptimalisasi sector social dan institusi penunjang pasar. Perekonomian islam sangat mendukung kegiatan bisnis dan perdagangan, mengedepankan produktiitas dalam pertumbuhan sector riil yang berbasis halal haram dan manfaat mudharat dengan basis transaksi jual beli, sewa menyewa dan bagi hasil, Optimalisasi institusi pasar akan menghidupkan basis-basis produksi, meningkatkan produktivitas, menekan inflasi, membuka lapangan kerja, menekan kemiskinan dan menjadikan produk asing hanya sebagai mitra/pelengkap saja. Optimalisasi sector social akan memberikan rasa tentram dan aman kepada rakyat.
Terkait sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dalam sebuah Negara, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Jadi penguasaan sumber daya alam oleh kelompok saja tidak diperbolehkan apalagi oleh kelompok asing yang manfaat besarnya tidak jatuh ke tangan rakyat.
Dengan mekanisme yang konsisten tersebut selama pemerintahan Islam berjaya tidak ditemukan adanya. krisis ekonomi yang serius yang terjadi berulang. Prinsip ekonomi Islam terbukti pula sangat mendukung nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia terkait penegakan nilai amanah untuk mengoptimalkan terlebih dulu segala sumber daya terdekat yang telah dikaruniakan Allah Subhanahu wata’ala. Adam Smith yang dianggap sebagai bapaknya ekonomi kapitalis, menganggap bahwa contoh terbaik masyarakat berperadaban tinggi yang kuat secara ekonomi dan politik adalah masyarakat Arab (Madinah) di bawah pimpinan Muhammad.
Para pendiri bangsa ini mungkin tidak pernah menduga di usia 72 tahun kemerdekaan, Indonesia belum sepenuhnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam bidang ekonomi, jumlah orang miskin mencapai 30juta orang lebih dan maraknya kasus KKN dan kriminalitas. Namun tak ada kata terlambat, Rasulullah Shallallhu alaihi wasallam, para sahabat dan masyarkat Madinah telah memberi inspirasi yang gemilang. Mereka bisa membenahi perekonomian Madinah yang telah ratusan tahun dikuasai riba, ketidak adilan, carut marutnya perilaku masyarakat menjadi kota dengan peradaban tinggi yang diakui dunia sepanjang masa.
Maka pada akhirnya, esensi kemerdekaan harus kita maknai kembali dalam konteks menjaga kedaulatan Negara, mengamankan hak milik nasional, serta menjaga kepribadian suatu bangsa. Selain itu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat proklamasi yang harus tetap digemakan. Semoga Allah senantiasa memberkati kemerdekaan Indonesia (wm).
Sumber: Majalah Sinaran Edisi 46