Ekonomi dengan Pilar Maqosidus Syariah
Oleh : M. Akhyar, SE
Kebahagiaan adalah impian setiap orang. Untuk meraihnya berbagai upaya pun dilakukan. Namun sadarkah kita bahwa untuk bahagia sejatinya kitalah yang menentukannya, meski banyak orang mengatakan, kebahagiaan itu datang dari ketercukupan materi. Tapi siapa yang menjamin, banyak harta-benda itu bahagia?Tidak ada. Buktinya banyak orang yang bergelimang harta justru larut dalam kegelisahan dan kesedihan. Jadi menjadi bahagia tergantung diri manusia sendiri, mau atau tidak. Artinya mau atau tidak menjalankan aturan-aturan syariah yang Allah turunkan kepada hambanya. Kalau taat berarti bahagia kalau ingkar tentu akan sengsara.
Bila kita tarik dalam pengaturan Islam maka ekonomi (muamalah) itu harus bisa membuat seseorang atau masyarakat menjadi bahagia, sehingga dalam ekonomi harus ada tata cara yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan, sebagaimana yang diajarkan Nabi, yaitu ekonomi harus menjadi sarana dan bisa menghantarkan seseorang untuk bertaqwa yang berdampak terhadap terwujudnya kebahagiaan. Oleh karena itu, sistem ekonomi islam wajib menjadikan variabel bahagia sebagai indikator keberhasilan dalam pembangunan ekonomi.
Para ulama setidaknya memberikan ukuran umum kapan orang itu bisa disebut bahagia, Kebahagiaan bisa didapat yakni ketika seseorang telah sempurna memenuhi apa yang disebut dengan maqasid syariah. Maqosidus Syariah dalam kaidah Ushul Fiqh mengandung arti yang sama dengan kata Al hikmah yang memiliki makna tujuan yang dimaksud Allah SWT dalam penetapan suatu hukum. Sedangkan Allah SWT dalam menetapkan hukum adalah untuk memberikan kemaslahatan (kebahagiaan) kepada umat manusia dalam kehidupannya di dunia dan persiapannya untuk menghadapi kehidupan akherat.
Imam Syatiby dalam kajian Maqasid Syariah setidaknya membaginya dalam 5 nilai yaitu terpenuhinya dan terjaganya kebutuhan agamanya (Hifdz Ad-dien), jiwanya (Hifdz An-nafs), akal (Hifdz Al-aql), keturunan (Hifdz An-nasl) dan harta (Hifdz Al-maal). Sedangkan kelima nilai dari Maqosidus Syariah dibagi dalam 3 tingkatan :
- Tingkat Primer (Dhoruriyat) yaitu suatu yang sangat perlu dipelihara atau diperhatikan, seandainya tidak atau terabaikan akan membawa kepada tidak ada atau tidak berartinya kehidupan.
- Tingkat Sekunder (Hajiyat) yaitu suatu kebutuhan untuk memeliharanya, namun jika tidak dipetihara tidak membawa pada hancurnya kehidupan, tetapi hanya menimbulkan kesulitan atau kekurangan dalam melaksanakannya.
- Tingkat Tertier (Tahsiniyat) yaitu sesuatu yang sebaiknya dilakukan untuk mengambil manfaat dan sebaiknya ditinggalkan untuk menghindari kemudaratan.
Berdasarkan uraian diatas maka konsep kebutuhan dasar yang harus menjadi prioritas adalah segala kebutuhan dasar yang harus ada dan diperilukan untuk menjaga keselamatan agama, jiwa, kekuatan jasmani, akal dan harta manusia agar setiap individu dapat melaksanakan kewajiban terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, system social dan keamanan.
Dalam konteks ekonomi khususnya Bank / Koperasi Syariah (BMT) yang operasionalnya berdasarkan wahyu, maka sesungguhnya seluruh stakeholder dan stockholder telah melakukan ketaatan dan ketundukan kepada syariat Allah. Dan sesuai janji Allah inilah kunci yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki. Berbeda bila orang melakukan ekonomi riba maka sesungguhnya ia telah ingkar kepada syariat dan menantang perang terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, dan inilah yang akan menjerumuskan kepada kesengsaraan.
Maka kalau kita teropong dari operasional Bank / Koperasi Syariah insyaAllah telah memenuhi nilai-nilal Maqosidus Syariah:
- Terjaga agama (Hifdz Ad-dien) para anggota. Hal ini diwujudkan bahwa Bank / Koperasi Syariah telah menggunakan Al Qur’an, hadits, dan hukum Islam lainnya sebagai pedoman dalam menjalankan segala sistem operasional dan produknya. Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional, membuat keabsahan Bank / Koperasi Syariah dalam bingkai nilai-nilai dan aturan Islam semakin terjamin.
- Terjaga jiwa (Hifdz An-nafs) para anggota. Hal ini terwujud dari akad-akad yang diterapkan dalam setiap transaksi di Bank/ Koperasi Syariah. Secara psikologis dan sosiologis penggunaan akad-akad antar pihak menuntun manusia untuk saling menghargai dan menjaga amanah yang diberikan. Di sinilah nilai jiwanya. Selain itu, hal ini juga terwujud dari pihak stakeholder dan stockholder BMT dimana dalam menghadapi anggota dituntut untuk berperilaku, berpakaian, dan berkomunikasi secara sopan dan Islami.
- Terjaga akal pikiran (Hifdz Al-aql) customer dan pihak Bank / Koperasi Syariah. Hal ini terwujud dari adanya tuntutan bahwa pihak Bank / Koperasi Syariah harus selalu mengungkapkan secara detail mengenai sistem produknya dan dilarang untuk menutup-nutupi barang sedikit pun. Di sini terlihat bahwa anggota diajak untuk berpikir bersama ketika melakukan transaksi di Bank / Koperaasi Syariah tersebut tanpa ada yang menzalimi dan dizalimi oleh beberapa pihak. Bank / Koperasi Syariah ikut memberikan edukasi di setiap produk-produknya kepada segenap anggota. Menyampaikan bahwa syariat islam bisa di implementasikan pada tiap transaksi ekonomi.
- Terjaga hartanya (Hifdz Al-maal). Hal ini terwujud jelas dalam setiap produk-produk yang dikeluarkan oleh Bank / Koperasi Syariah dimana ia berupaya untuk menjaga dan mengalokasikan dana nasabah dengan baik dan halal serta diperbolehkan untuk mengambil profit yang wajar. Selain itu, adanya pengelolaan sistem zakat yang bertujuan untuk membersihkan harta anggota secara transparan dan bersama-sama. Sehingga kelak ketika ditanya Allah di akherat tentang harta yang dimiliki yaitu min aina iktasabahu (dari mana sumber harta) dan fima anfaqohu (kemana harta di gunakan) bisa kita pertanggungjawabkan. Karena dari sumber yang bersih dan hasil yang bersih pula.
- Terjaga keturunannya (Hifdz Nasl). dengan terjaganya empat hal di atas, maka dana nasabah yang InsyaAllah dijamin halal akan berdampak baik bagi keluarga dan keturunan yang dinafkahi.
Dari hal diatas menunjukkan bahwa Bank / Koperasi Syariah hadir sebagai lembaga keuangan islam yang menguntungkan sekaligus membahagiakan. Membahagiakan lantaran Bank / Koperasi Syariah menjalankan misi kekhalifahan manusia yakni tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (Al-An’am :165) serta misi pengabdian atau ibadah dalam arti luas (Ad-Dzariyat :56). Dan untuk menunaikan misi tersebut Allah telah memberikan dua anugerah utama, yaitu manhoj al-hayat (system kehidupan) dan wasilah al-hayat (sarana kehidupan). Manhaj al-hayat sudah lengkap dan sempurna diturunkan Allah melalul Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diterjemahkan melalul pemahaman para sahabat dan ulama salaf, sedangkan wasilah al-hayat bahwa Allah telah memberitkan semua yang ada di dunia ini agar dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh manusia dimuka bumi.
Dalam kata lain, Bank / Koperasi Syariah adalah wasilah menuju kebahagiaan. Ya, karena Bank / Koperasi Syariah melakukan pengelolaan fungsi Maal (zakat, infaq dan shadaqoh) sebagai misi sosial dan Tamwil sebagai daya kreatif mengembangkan usaha bisnis sehingga terciptalah keseimbangan antara hablun minallah dan hablun minannas. Sehingga keselamatan agama (Ad-dien), keselamatan jiwa (An-nafs), akal (Al-aql), harta benda (Al-maal) dan nasab (An-nasl) bisa terwujud ditengah-tengah fitnah syubhat dan syahwat yang semakin membabi buta.
Sebagai sebuah lembaga, Bank / Koperasi Syariah telah memberi jalan yang lapang untuk meraih kebahagiaan. Karena BMT dibangun atas idealisme ketaatan dan ketundukan kepada syariat Allah. Selain itu ia dibangun atas dasar syirkah ta’awuniyah (kerjasama tolong menolong) dalam bingkai ketaqwaan. Ketaqwaan adalah wasilah jalan menuju kebahagiaan, wattaqullaha la‘allakum tuflikhun (QS. Al Bagarah: 189) Maka jelaslah bahwa misi besar Bank / Koperasi Syariah sebagai gerbong menuju kepada kebahagiaan hakiki harus kita dukung dan kita perjuangkan demi tegaknya syariat Allah di muka bumi ini. Marilah kita raih dengan ikhtiyar dan kesungguhan. Agar kita bisa mewujudkan system muamalah yang selain menguntungkan juga membahagiakan.
Sumber : Majalah Sinaran Edisi 50